Kesalahan Umum dalam Mendiagnosis dan Servis Sepeda Motor Listrik
Hai, Sobat EV! Siapa di sini yang sudah mulai beralih
ke sepeda motor listrik? Atau mungkin malah sudah jadi "dokter"
dadakan buat motor sendiri? Nah, asyiknya dunia motor listrik itu, kita bisa
belajar banyak hal teknis yang jarang ditemui di motor bensin. Tapi, justru
karena ini teknologi yang relatif baru, banyak banget jebakan-jebakan yang
sering kita temui saat mencoba mendiagnosis kerusakan.
![]() |
| diagnosis mandiri? gampang kok |
Kadang, kita suka pakai logika yang biasa dipakai di
motor dinamo umum, padahal sistemnya beda jauh. Hasilnya? Ujung-ujungnya
bukannya benerin, malah bikin pusing dan kadang nambah masalah baru. Biar
enggak salah langkah, yuk kita bedah kesalahan-kesalahan umum yang sering
terjadi saat servis motor listrik. Siapa tahu, setelah baca ini, kamu jadi
lebih jago dan enggak gampang ketipu sama gejala-gejala yang menyesatkan.
1. Mengukur Kabel Phase Motor BLDC dengan Multimeter
Ini nih, salah satu mitos yang paling sering beredar.
Banyak yang coba mengukur tegangan di tiga kabel phase motor BLDC
(Brushless DC) dengan multimeter, dengan harapan bisa melihat apakah ada
listrik yang keluar dari controller. Logikanya sih masuk akal, tapi
kenyataannya salah total.
.jpg)
kabel phase kok diukur Volt ??
Kenapa? Karena arus yang keluar dari controller itu
bukan DC (Direct Current) murni, melainkan gelombang sinus AC
(Alternating Current) 3 Phase pula. Multimeter biasa enggak akan bisa
membacanya dengan akurat. Selain itu, controller baru akan mengeluarkan arus ke
kabel phase jika ia menerima sinyal dari hall sensor dinamo yang sedang
berputar. Jadi, kalau motor listrikmu lagi mogok dan enggak bisa jalan, percuma
banget mengukur tegangan di kabel phase. Sudah pasti enggak akan ada voltase
yang keluar.
2. Asal Pasang Kabel Phase Berdasarkan Warna
Pernah lihat kabel phase motor dan controller warnanya
sama, lalu langsung colok begitu saja? Hati-hati, ini bisa jadi blunder fatal.
Padahal, warna kabel phase dari controller dan motor itu belum tentu
standar dan bisa beda-beda.
Jika kamu salah menyambungkan, motor bisa saja cuma
berdengung, bergetar, atau yang paling parah, motor diam saja tapi arus
mengalir sangat besar. Ini bisa merusak komponen internal. Itulah kenapa,
penting untuk mencoba berbagai kombinasi silang (seperti UVW, ABC)
hingga menemukan kombinasi yang pas. Percobaan ini memang butuh kesabaran, tapi
jauh lebih aman daripada langsung asal colok.
3. Mengecek Motor Saat Roda Masih di Lantai
Ini kesalahan yang enggak cuma salah, tapi juga berbahaya.
Sering kali, saat motor mogok, kita coba-coba putar gas berkali-kali.
Tiba-tiba, motor merespons dan roda langsung berputar kencang. Bayangkan kalau
roda belakang masih menempel di lantai atau jalanan! Motor bisa loncat atau
melaju tak terkendali.
Saat mendiagnosis atau mencoba menghidupkan motor,
pastikan roda belakang dalam posisi terangkat dari lantai. Ini akan
membuat proses pengecekan jauh lebih aman, baik untuk kamu dan barang-barang di
sekeliling.
4. Tidak Membantu dengan Putaran Tangan
Saat mengecek motor yang bermasalah, sering kali motor
enggak langsung bisa berputar normal dari awal. Di sinilah bantuan tangan
sangat penting. Dengan sedikit memutar roda secara manual, kita bisa
mendapatkan data diagnosis perasaan yang dirasakan oleh tangan.
Tanganmu bisa merasakan respons dari dinamo: apakah
ada hambatan, terasa "nyangkut" (cogging), atau terasa ada arus masuk
tapi sangat lemah. Bahkan, cogging yang patah-patah akibat mosfet konslet
pun bisa dirasakan oleh tangan dari putaran roda.
5. Asal Percaya pada Tampilan LCD Dashboard
Fitur self-diagnosis di panel LCD memang sangat
membantu, tapi jangan jadikan itu satu-satunya panduan. Akurasi diagnosis tetap
harus dilakukan secara manual dan menyeluruh.
Contoh klasik yang sering terjadi: LCD menampilkan
pesan "Hall Sensor Error". Setelah itu, kita langsung bongkar
dinamo dan ganti hall sensor baru. Tapi, setelah dipasang, error yang sama
masih muncul. Ternyata, yang rusak adalah power supply 5V yang menyuplai
tegangan ke hall sensor. Karena tegangan 5V drop, sensor tidak bekerja dengan
baik, lalu terdeteksi sebagai "error" oleh controller. Padahal, kalau
tahu penyebabnya dari awal, kita cukup perbaiki power supply 5V-nya dan tidak
perlu repot-repot dan keluar biaya mahal untuk membongkar dinamo.
6. Tidak Melepas Fitur Pendukung Saat Diagnosis
Saat motor enggak mau nyala, sering kali kita fokus ke
komponen utama seperti controller, baterai, atau motor. Padahal, penyebabnya
bisa datang dari fitur-fitur pendukung yang terlihat sepele, seperti sensor
handle rem.
Banyak motor listrik punya fitur fail-safe di
mana jika rem terdeteksi aktif, controller akan memutus sinyal gas agar motor
tidak jalan. Bayangkan kalau kita sudah bongkar controller, ganti gas, tapi
motor masih enggak bisa jalan, hanya karena sensor remnya rusak atau macet.
Lebih baik, saat awal diagnosis, lepas semua kabel fitur tambahan yang
tidak esensial. Dengan begitu, kita bisa langsung fokus mencari sumber masalah
pada komponen utama.
Nah, itu dia beberapa kesalahan umum yang sering
terjadi saat diagnosis sepeda motor listrik. Memahami sistemnya dengan benar
adalah kunci untuk menghindari perbaikan yang sia-sia. Dengan melakukan
diagnosis yang lebih sistematis dan hati-hati, kamu enggak hanya menghemat
waktu dan uang, tapi juga bisa bikin motor listrikmu kembali prima dengan lebih
cepat.
Punya pengalaman lain atau poin tambahan soal
diagnosis motor listrik? Bagikan ceritamu di kolom komentar di bawah, ya!
.jpg)


.jpg)

.jpeg)

.jpg)
Sip mantap mudah dimengerti
BalasHapus